Essay : Terbentur, Terbentuk
Terbentur, Terbentuk
oleh Lilis Sukma Ana
Untuk memutus penyebaran virus Covid-19, Pemerintah negara
Indonesia menetapkan kebijakan mengenai pembelajaran jarak jauh yang diterapkan
di semua jenjang pendidikan. Tak terkecuali di jenjang perguruan tinggi seperti
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Kebijakan ini membuat UIN
Walisongo memerintah mahasiswanya untuk melaksanakan pembelajaran di tempat
masing-masing secara dalam jaringan atau online. Mahasiswa melaksanakan
proses belajar secara online dengan media yang disediakan oleh Bapak/Ibu
dosen.
Terbentur akibat Pembelajaran Online
Pembelajaran online sangat berbeda dengan pembelajaran
konvensional. Mahasiswa dituntut untuk mandiri baik dari segi pemahaman maupun
praktiknya. Mahasiswa harus mampu mengerjakan tugas dengan pemahaman yang
kurang. Mahasiswa harus melaksanakan praktik pembelajaran seperti praktikum
dengan sendiri. Pembelajaran online juga membatasi ruang gerak mahasiswa,
sehingga interaksi sosial antara
mahasiswa dan dosen menjadi berkurang.
Pembelajaran online menuai banyak keluhan bagi mahasiswa,
mulai dari tugas sampai kuota. “Kuliah online, boros kuota. Satu bulan
harus dua sampai tiga kali beli kuota”, ucap salah satu mahasiswa. Pembelajaran
online mengharuskan mahasiswanya untuk selalu bertatap layar handphone
atau laptop. Pembelajaran yang menggunakan media converence seperti
google meet, zoom, dan lainnya membuat kita harus sedia banyak kuota internet.
Hal ini menuai banyak kontra finansial bagi mahasiswa dan orang tuanya. Banyak
orang tua yang mengeluh akan kuota yang digunakan oleh anaknya yang terlalu
banyak. Tuntutan terhadap kampuspun acap terlontarkan.
Beberapa waktu lalu, sebagian mahasiswa menuntut akan bantuan dari
pihak kampus terkait kuota. “uang semesteran tetap, tetapi tidak ada bantuan
kuota”, ucap salah satu mahasiswa. Demo besar-besaranpun terjadi di depan
gedung rektorat guna menuntut hak yang harus didapat. Namun, masalah ini
selesai dengan kebijakan yang mendamaikan. Pihak Kampus memberikan beberapa
bantuan kuota bagi mahasiswanya walau tidak seberapa. UIN Walisongo juga
melarang mahasiswanya untuk mengadakan kegiatan kemahasiswaan secara langsung,
karena itu dapat memicu penyebaran virus Covid-19. Jadi, segala kegiatan
kemahasiswaan yang melibatkan banyak orang harus ditunda atau dilaksanakan
secara online.
Terbentuk setelah membentur
Seperti halnya dengan RIF (Risalah Islamic Fest). RIF adalah sebuah
kegiatan tahunan yang diagendakan oleh UKM Risalah Fakultas Sains dan
Teknologi. Kegiatan yang berisi lomba rebana dan tilawah tingkat nasional ini
sempat akan dibatalkan oleh pihak kampus karena melibatkan banyak orang.
Kegiatan yang sudah dirancang dengan matang harus terombang-ambing karena
pandemi virus Covid-19 ini. Namun, panitia tidak berputus asa supaya kegiatan
tetap terlaksana. Dengan begitu, panitia mengubah sistem acara dari kegiatan
tesebut dengan menjadikan kegiatan RIF secara online atau virtual.
Rundown acara yang sudah terancang harus diubah dan ditata kembali sesuai
kegiatan online. Segala hal dilaksanakan secara virtual, mulai dari
rapat panitia, mencari sponsorship sampai kegiatan lomba-lomba. Dengan kerja sama antara panitia dan peserta,
acara berjalan dengan lancar.
Dengan berjalannya waktu, kita akan terbiasa dengan hal-hal baru
yang sedang terjadi. Kuliah online yang kita keluhkan memang harus tetap
berjalan setiap hari. Tugas-tugas yang menjadikan kita beban harus tetap
diselesaikan. Kegiatan kemahasiswaan harus tetap dilaksanakan untuk mengemban
sebuah amanah.
Hal ini membuktikan bahwa sebagai mahasiswa kita harus siap dalam
situasi apapun. Harus siap berfikir dan bertindak secara kritis dan efektif
dalam setiap kondisi. Pandemi Covid-19 ini membuat kita terbentuk dengan
hal-hal baru, dari mulai perkuliahan online, praktik laboratorium secara
online, sampai melaksanakan kegiatan kemahasiswaan secara online. Namun, semua ini akan menjadikan pengalaman
bagi kita mahasiswa. Karena, mahasiswa adalah salah satu agen perubahan bagi
bangsa.
Komentar
Posting Komentar